Cerpen Keluarga Broken Home

Cerpen Keluarga Broken Home

" Baca Juga Cerpen Lainnya! "

"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan

. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Karya : Bekti Lestari

Semua orang pasti menginginkan kehidupan yang nyaman, harmonis dan juga mendapat kasih sayang dari orangtua. Namun, mengapa aku tidak pernah bisa memiliki kehidupan itu. Tak pantaskah aku mendapatkannya? Sesungguhnya, sebuah kasih sayang dari orang tua tak akan bisa tergantikan dengan apapun. Aku yakin Allah merencanakan semua ini adalah yang terbaik buatku dan juga keluargaku. Semoga dengan aku menceritakan semuanya bisa membuat perasaan ini jauh lebih baik dan tak akan ada kesedihan lagi di hari-hari yang akan aku jalani. Perkenalkan namaku adalah Hanyfah. Aku akan menceritakan pengalamanku yang menyedihkan ini sama kalian semua semoga ini tidak akan pernah terjadi buat yang membacanya. Aminnn….

Entah darimana aku harus memulai ini semua, Seorang ibu yang terus bersabar mengadapi sebuah cobaan yang tidak bisa aku bayangkan membuatku setiap hari harus menangisi keadaan ini. Aku benci keadaan ini. Aku benci diriku sendiri yang lemah. Aku membenci Ayah yang tak pernah bisa mengerti perasaan ibu mengapa Ayah harus menuruti permintaan nenek yang membuat keadaan ini semakin rumit. Mengapa nenenk setega ini memisahkan Ayah dengan Ibu. Aku gak habis fikir semua yang ada di rumah ini harus menjadi orang yang gak punya perasaan sama sekali. Aku juga mempunyai seorang kakak, tapi percuma aku punya seorang kakak yang hanya membahagiakan dirinya sendiri, menjadi leleki yang selalu membuat situasi ini tak akn pernah berakhir dari pertengkaran. Harusnya kakak tau keluarga kita sedang berantakan tapi masih sempat-sempatnya kakak memikirkan dirikakak sendiri dibanding adik yang selalu disalahkan di hadapan Ayah. Aku benci semuanya. Aku tahu ibu memang wanita yang tak sempurna dia mempunyai kekurangan gak bisa berjalan seperti wanita normal, tapi apakah mereka harus berpisah rumah seperti ini dan ayah harus meninggalkan ibu dalam keadaan yang tak berdaya ini.

Saat itu, aku dan ibu sedang memasak dan saling bercerita. “ Ibu, maafkan aku jika aku harus lahir kedunia ini dan membuat keadaan ini tak pernah membaik, aku tau ibu selalu sedih dan terpukul saat Ayah ingin menceraikan ibu, maafkan aku ibu”? Menangis dan memeluk ibu.

“Nak, kau jangan pernah berbicara seperti itu, Kamu adalah anak ibu yang dianugrahkan dari tuhan untuk melengkapi keluarga ini. Ayah, munkin bersikap seperti itu karana dia tidak bisa menerima ibu seperti wanita yang sempurna.” Mencoba terlihat tegar dihadapanku.

“ Ibu, bagiku kau adalah wanita yang sempurna yang pernah ku miliki. Mengapa ayah jahat sama kita, apakah ayah udah gak sayang lagi sama kita”? terus menangis.

“ Ayah tidak jahat sama kita nak, ayah sayang sama kita.” Kata ibu meyakinkanku. “Lalu mengapa kalo ayah sayang sama kita, ayah harus memilih berpisah ruamah. Aku benci sama ayah.” Dengan nada yang keras hingga terdengar ayah saat lewat. “Apa! Kamu membenci ayah, berani-beraninya kau mengatakan itu pada ayah!”.kata ayah dengan nadak kasar dan marah. “ Ayah, kenapa ayah tega melakukan semua ini sama ibu.Apa salah ibu ayah sampai ayah membuat ibu menangis, ibu sangat mencintaimu dan menyayagimu tapi apa balasanmu ibu, kau hanya pada membuatnya sakit hati dan menangis.” Kataku dengan kesal. “ Ayah melakukan semua ini demi kebaikan kita semua. Kamu harus tau itu Hany.” Dengan nada menenangkanku.

“ Sudahlah hany ibu tidak apa-apa kalau memang itu yang terbaik buat keluarga kita,ibu tak keberatan dan kamu Ayah sebaiknya kita memang lebih baik berpisah agar kau lebih tenang dengan hidupmu.” Sedikit kesal dan terus menangis. Lalu akupun berlari masuk kekamar denan terus menangis tanpa henti dan berkata “ Aku benci sama ayah”!.

Hingga aku tak mampu menahan beban yang ku hadapi ini. Semakin lama semakin tak mampu untuk aku hadapi bagaimana mungkin aku harus menerima ibu tinggal bersama kaka dan aku harus tinggal bersama ayah. Aku ingin keluarga kita utuh seperti dulu lagi manjalani masa-masa yang indah dengan canda tawa yang tak bisa tergantikan dengan apapun. Saat itu aku mendengar ayah bersama ibu bertengkar di ruang tamu dan aku berada di kamarku.

“kamu bukanya sebagai ibu mengajari anakntya dengan sopan santun malah membuatnya membenci ayahnya sendiri, ibu macam apa kamu ini!” dengan nada kasar.

“Harusnya kamu sebagai ayah yang bertanggung jawab di keluarga ini lebih mengutamakan anakmu dibanding memilih untuk berpisah. Apa kau tak kasian dengan mereka yang setiap hari mendengar kita berantem seperti ini!”. Menangis tanpa henti. Lalu aku pun sudah takuat lagi mendengar mereka bertengkar setiap hari akau malu dengan teman-temanku mereka selalu bahagia yang selalu menyayagi mereka, tapi kenapa aku gak memilikinya, semua ini gak adail. Aku pergi keluar dan menghentikan pertengkaran ayah dan ibu.

“Berhenti! Apa kalian ini tak malu dengan anakmu yang terus melihat kalian seperti ini. Apa kalian belum cukup membuatku menangis harus menahan rasa kekecewaan ini,mungkin ayah dan ibu bahagian denan keadaan ini tapi aku gak sama sekali ayah,ibu. Aku ini anak kalian harusnya kalian memberikan contoh yang baik kepada anaknya bukanya seperti ini. Tak mengertikah kalian dengan perasaanku.” Menangis dan sangat kecewa.

“Lihat itu anak kamu. Hany terlalu kecil untuk menerima ini semua apakah kau tega memeisahkan aku dengannya.” Kata ibu dengan tegas.

“ Aku memang memisahkan kalian. Aku tidak mau mempunyai seorang istri yang lumpuh seperti kamu! Tidak bisa merawat anak kita dengan baik karena kau tak bisa berjalan. Sebentar lagi aku akan menceraikanmu dan mencari ibu yang mamapu membuat hany bahagia.” Kata ayah dengan penuh amarah.

“Diam! Tidak bisakah kalian diam. Semua ini membuatku tersiksa. Ayah, apa ayah tidak mempunyai perasaan dengan ibu, sehingga kau mampu untuk melupakannya dan memutuskan untuk menikah lagi. Baiklah ayah ceraikan ibu! Lebih baik ayah menceraikan ibu dari pada ibu menahan sakit hati yang begitu dalam. Aku benci ayah!”. Menangis dan keluar dari rumah.

“Hany, kau mau kemana nak? Jangan dengarkan ayahmu dia hanya bercanda,kembalilah nak?” berlari mengejarku.

“ Aku tak mau punya ayah yang gak punya perasaan. Biarkan akau pergi untuk sementara waktu untuk menenangkan hati ini ibu. Maafkan aku.” Pergi dan terus menangis sepanjang jalan.

Setelah kejadian itu, aku menjadi anak yang Broken Home dan terus menjalani kehidupan yang sering kali aku tak bisa berfikir positif. Setiap hari aku disekolah menjadi anak pendiam, nilai pelajaranku turun semua kehidupan ku menjadi berantakan. Hingga aku memutuskan untuk pergi jauh dari rumah agar aku tak mendengar pertengkaran yang membuatku tak tahan untuk tinggal dirumahku sendiri. Sebenarnya ku tak ingin melakukan ini semua tapi aku tak tahan dengan semua yang aku hadapi aku menjadi korban dalam pertengkara ibu dan ayah. Ibu maafkan aku melakukan ini aku telah menjadi anak yang tidak berbakti kepada orangtua, aku berjanji dengan kepergianku ini aku akan menjadi anak yang baik dan aku akan kembali setelah aku bisa membalas semua jasamu. Akau ingin membahagiakanmu dan memberikan yang terbaik untuk ibu. Semoga ibu disana baik-baik saja. Ayah, aku tahu ayah malu dengan keadaan ibu yang tidak bisa berbuat apa-apa, tapi tak seharusnya kau tega menceraikan ibu dan mencari wanita lain yang jauh lebih sempurna dari ibu. Ayah harus tahu ibu sangat mencintai ayah seperti aku mencintai ayah. Semoga dengan kepergianku ini kalian bisa memikirkan hidup kalian masing-masing. Suatu saat nanti aku akan kembali untuk kalian. I Love you Ded, I love you Mom, Your My Everything……..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Cerpen Selengkapnya

0%0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat

0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat

Hai namaku adalah Tasya, lebih tepatnya Natasya Clara Audya. Aku hanyalah seorang anak kecil yang sangat membutuhkan kasih sayang kedua orang tua, anak kecil yang selalu ingin mendapat perhatian lebih dari seorang ibu dan ayah, Anak kecil yang... yang.. yang.. dan seterusnya akan tertulis tentangku.

Prangg!!!! suara pecahan kaca itu kembali terdengar. Bukan hal biasa lagi bagiku dengan kejadian yang hampir setiap hari terjadi. aku kembali meletakkan kepalaku pada lipatan tangan yang kubuat di atas lutut, merasakan sesak yang setiap saat aku rasakan, tanpa disuruh air mataku mengalir deras membasahi pipi.

Aku tersenyum menutupi sesak yang terus menggebu dalam dada, memejamkan mata dan mencoba mengabaikan suara teriakan ayah, ibu, dan pecahan kaca. Berharap akan keindahan dalam mimpi, Bermain main dengan harapan semu walau hanya sementara, melupakan sejenak pertengkaran orang tua dan berharap saat aku terbangun tidak ada lagi pertengkaran dan akan merasakan kasih sayang orang tua yang selama ini aku harapkan.

Memang sempat aku berfikir, untuk apa Allah menyatukan kedua orang tuaku kalau pada akhirnya akan menimbulkan luka pada ku yang mungkin tidak akan bisa untuk di lupakan.

Fungsi Keluarga yang seharusnya bisa menjadi tempat berbagi kasih sayang, saling melindungi tetapi itu sudah tidak lagi berfungsi dalam keluargaku

Namun aku akan selalu ingat akan pesan alm nenekku. Sejahat apapun, sekejam apapun, mereka akan tetap menjadi kedua orang tuamu, orang yang menjagamu dari kecil, merawatmu, dan tidak ada yang namanya mantan ibu ataupun ayah di dunia ini.

Menjadi anak dalam keluarga broken home menjadikanku pribadi yang lebih kuat, lebih mandiri. Allah, rangkul tasya selalu, pegang tanganku, jangan kau lepaskan dan kuatkan aku apapun yang terjadi

Cerpen) Broken Home) Yeta F

Hai namaku adalah Tasya, lebih tepatnya Natasya Clara Audya. Aku hanyalah seorang anak kecil yang sangat membutuhkan kasih sayang kedua orang tua, anak kecil yang selalu ingin mendapat perhatian lebih dari seorang ibu dan ayah, Anak kecil yang... yang.. yang.. dan seterusnya akan tertulis tentangku.

Prangg!!!! suara pecahan kaca itu kembali terdengar. Bukan hal biasa lagi bagiku dengan kejadian yang hampir setiap hari terjadi. aku kembali meletakkan kepalaku pada lipatan tangan yang kubuat di atas lutut, merasakan sesak yang setiap saat aku rasakan, tanpa disuruh air mataku mengalir deras membasahi pipi.

Aku tersenyum menutupi sesak yang terus menggebu dalam dada, memejamkan mata dan mencoba mengabaikan suara teriakan ayah, ibu, dan pecahan kaca. Berharap akan keindahan dalam mimpi, Bermain main dengan harapan semu walau hanya sementara, melupakan sejenak pertengkaran orang tua dan berharap saat aku terbangun tidak ada lagi pertengkaran dan akan merasakan kasih sayang orang tua yang selama ini aku harapkan.

Memang sempat aku berfikir, untuk apa Allah menyatukan kedua orang tuaku kalau pada akhirnya akan menimbulkan luka pada ku yang mungkin tidak akan bisa untuk di lupakan.

Fungsi Keluarga yang seharusnya bisa menjadi tempat berbagi kasih sayang, saling melindungi tetapi itu sudah tidak lagi berfungsi dalam keluargaku

Namun aku akan selalu ingat akan pesan alm nenekku. Sejahat apapun, sekejam apapun, mereka akan tetap menjadi kedua orang tuamu, orang yang menjagamu dari kecil, merawatmu, dan tidak ada yang namanya mantan ibu ataupun ayah di dunia ini.

Menjadi anak dalam keluarga broken home menjadikanku pribadi yang lebih kuat, lebih mandiri. Allah, rangkul tasya selalu, pegang tanganku, jangan kau lepaskan dan kuatkan aku apapun yang terjadi

Malam itu langit tak seperti biasanya. Bulan dan bintang yang selalu menjadi hiasan langit pun tertutup oleh sekelebat awan putih, diiringi tetesan air hujan yang jatuh ke tanah, memunculkan aroma petrichor yang sangat saya sukai.

Tapi malam itu, hujan yang turun ke bumi seolah-olah mewakili perasaannku. "Tuhan, apakah engkau juga sedih melihat kedua orangtua ku saling menyakiti setiap hari,” seruku dalam batin.

Namaku Anastasya, saat itu usiaku 17 tahun dan aku masih duduk di bangku kelas XII Sekolah Menengah Atas di Kota Bandung. Aku adalah gadis dengan berjuta mimpi, salah satunya memiliki rumah yang hangat dan keluarga yang bahagia.

Tetapi mimpi-mimpi itu seketika luruh akibat pecahnya rumah tangga orang tua ku. Aku merasa hancur melihat diri sendiri yang tak berdaya, hanya bisa menangis setiap hari, dan ayah yang tak punya perasaan memilih pergi setelah ibu menangis.

Di mana cinta dan kasih sayang mereka dulu? Apakah 19 tahun rumah tangga tidak cukup membuat mereka saling memahami satu sama lain.

Dulunya ayah adalah sosok yang mencintai keluarga, tapi semenjak memutuskan untuk pindah bekerja di suatu perusahaan swasta, ia mulai berubah. Ayah selalu pulang malam dan kadang tak pulang ke rumah. Membuat saya curiga dan menuduh ayah berselingkuh dengan teman wanitanya di kantor. Ibu bilang ibu punya bukti, entahlah bukti apa itu karena akupun belum berani menanyakannya.

Sampai suatu saat aku melihat mereka bertengkar hebat dan mungkin itu yang menjadi pertemuan terakhir mereka.

Pagi itu aku di kejutkan oleh suara kaca yang di jatuhkan dengan sengaja hingga menimbulkan suara keras.

“Kamu itu selalu menuduh aku yang tidak-tidak Rini," teriak ayah dengan membanting sebuah piring di dapur.

“Aku tidak mungkin menuduhmu tanpa bukti mas,” balas ibuku dengan suara bergetar, namun tetap berusaha keras.

“Mana yang kau sebut dengan bukti?” timpal ayah lagi.

Ibu mengeluarkan handphone dari saku celananya, membuka galeri foto menampilkan gambar seorang pria dan wanita duduk bersampingan, di mana seorang pria itu adalah ayah yang tengah berjabat tangan dengan seorang ustad layaknya ijab kabul.

“Kamu telah menikah dengan perempuan itu,” ujar ibu seolah terbata-bata menahan sesak di dadanya.

Beberapa saat ayah terdiam, dan diamnya ayah membuat aku mengerti bahwa foto itu benar. Sampai satu kalimat keluar dari mulut ayahku “aku akan mencereikanmu mulai hari ini Rini”.

Suara itu bagaikan sambaran petir di langit yang cerah tanpa awan gelap. Badanku merasa lemas, dan aku merasa pasokan udara di sekitarku berkurang. Namun aku segera berlari menuju ibuku yang menangis dan memeluknya, mencoba menyalurkan kekuatanku yang masih ada. Dan setelah itu, ayah pergi dan tak pernah pulang lagi ke rumah.

Setelah perceraian kedua orangtua ku, hari-hari ku dengan air mata, rasa marah, kecewa, semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Bahkan aku ingin bunuh diri saja karena tak mampu dengan cibiran orang-orang yang mengatakan bahwa anak broken home tak punya masa depan.

Dan dengan tekad yang bulat, akupun kembali merajut mimpi setelah lulus SMA nanti. Aku ingin kuliah dan membuktikan kepada mereka bahwa broken home punya masa depan.

Saat itu, setelah ujian nasional, aku membantu ibuku memasak dapur. Rencananya hari ini aku akan memberitahu ibu soal keinginan melanjutkan sekolahku di universitas di kota ini.

“kakak," ibu yang sedang memotong sayuran pun memanggilku.

“Setelah lulus SMA kakak ingin apa?” tanya ibu.

“Hmm, kakak ingin kuliah bu,” ujarku dengan hati-hati.

“Tabungan ibu tidak cukup untuk membiayai kuliahmu, mungkin ayah bisa membantu membiayaimu coba kamu menghubungi ayah,” sambungnya.

Setelah mendengar penuturan ibu, aku pun langsung menghubungi ayah.

“Halo Assalamualaikum Yah," ucapku mengawali.

“ Walaikumsalam, ada apa?” balasnya.

“Kakak ingin lanjut kuliah, ayah bisa bantu biaya kuliah kakak karena tabungan ibu tidak cukup?” tanyaku.

“Tidak perlu kuliah, mending kamu bekerja membantu ibumu, kuliah hanya membuang-buang waktu saja” jawab ayah.

Akupun mematikan panggilan telefon ayah, menarik nafas sedalam-dalamnya, hingga setetes cairan bening berhasil meluncur dari pelupuk mataku. Hancur sudah mimpiku, lagi dan lagi.

Setelah lulus sekolah, akupun melamar di suatu perusahaan swasta sebagai staff admin dan alhamdulillah akupun diterima di sana.

Kini aku bekerja menjadi tulang punggung ibuku, aku masih ingat saat gaji pertamaku yang kuberikan kepada ibu untuk modal usaha dan menopang kehidupan membuat senyumnya kembali terbit pada wajah yang mulai menua. Entah mengapa aku merasa sangat bahagia melihat senyum itu kembali.

Sejak saat itupun, aku tidak lagi bermimpi, tapi aku berjanji akan selalu membuat ibu tersenyum walupun apa yang aku berikan tak pernah cukup untuk membalas keringat, darah, serta sakit yang dideritanya saat melahirkanku.

Di sini aku sadar bahwa ketika semua berbeda dari yang kita impikan, kita hanya perlu bersabar menjalaninya dan tidak lupa untuk selalu bersyukur. Percaya bahwa semuanya akan indah pada waktunya.

Perihal broken home, ini bukan kehancuran, tapi takdir. Kita adalah anak-anak pilihan tuhan yang diberikan hati yang kuat untuk bisa bekerja keras mengubah kepahitan kebahagiaan. Kita hanya perlu semangat dan mengubah dunia bahwa kita bisa sukses tanpa orangtua yang utuh!

Bisa dibilang bahwa semua orang pada dasarnya memimpikan keluarga harmonis, namun kenyataannya tidak semua orang ditakdirkan memiliki keluarga yang harmonis. Sebagian orang harus menerima bahwa keluarganya berantakan dengan hal-hal toxic di dalamnya, alias broken home.

Broken home gak hanya merujuk pada keluarga yang tercerai-berai saja, karena yang utuh sekalipun tapi kalau isinya toxic dan penuh kekerasan mental maka itu juga termasuk broken home. Dan berikut ini adalah beberapa ciri yang dimiliki keluarga broken home.

Kondisi di dalam rumah gak pernah tenang karena selalu diisi pertengkaran

Ciri pertama dari keluarga broken home ialah kondisi di dalam rumah gak pernah tenang. Selalu ada keributan dan pertengkaran di dalam rumah, baik itu anak dengan sesama saudaranya ataupun anak dengan orangtua.

Bisa dibilang menggambarkan kondisi keluarga yang problematic, bahkan hal kecil pun bisa memicu keributan dan masalah dalam keluarga. Ribut dengan saling menyalahkan, mengejek, hingga marah-marah gak jelas. Pokoknya gak pernah ada tenangnya!

Sulit percaya pada orang lain

Penelitian dari Universitas Brown tentang ikatan anak dengan orangtuanya mengungkapkan fakta bahwa sering dibohongi oleh anggota keluarganya sendiri membuat anak sulit percaya pada orang lain. Sekalipun pasangannya adalah orang yang jujur, ia akan selalu merasa bahwa ia sedang dibohongi.

Perasaan sulit menaruh kepercayaan pada orang lain ini sering menyebabkan ia mudah frustasi. Ia pun jadi sosok yang sering berkecil hati ketika berurusan secara pribadi dengan orang lain.

Selalu takut dibohongi

Ia punya ketakutan yang berlebihan tentang kebohongan. Ia melihat bagaimana ayahnya memanipulasi sang bunda atau sebaliknya sehingga ia menganggap bahwa orang lain pasti melakukan hal yang sama.

Seperti apa keluarga berantakan itu?

Berikut sikap orangtua yang membuat anak merasa ada dalam keluarga berantakan menurut penelitian dari Brown University:

Jika anak-anak Anda masih kecil, ada baiknya untuk menghindari sifat-sifat di atas. Jika dulunya Anda berasal dari keluarga berantakan, sekarang saat yang tepat untuk tidak mengulang siklus yang sama.

10 Cara Agar Anak tak jadi Pribadi yang Membenci Orangtuanya Sendiri

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

Broken home, judul kali ini adalah broken home. Siapa sih yang gak tau apa itu broken home, semua orang pasti tau, kebanyakan dari mereka mengira itu hanya masalah sepele, tapi bagi mereka yang merasakan, itu adalah pengalaman terburuk di kehidupan mereka.

Aku, adalah bukti nyata kalau broken home sangat menyeramkan. Bayangkan saja, di masa aku kecil aku kehilangan sosok ibu, sosok yang sangat kuat bagi seorang anak kecil. Banyak yang mengira kalau aku baik-baik saja, ada juga yang mengira kalau aku tidak terpengaruh oleh adanya kerusakan rumah di kala aku kecil.

Semua itu bohong, sewaktu kecil hampir setiap hari aku menangis, hampir setiap kali rasanya Hampa. Kosong. Sunyi. Sepi. Sedih. Apa yang mereka lihat itu hanya alter ego. Kepribadian yang lain dari diriku yang asli atau bisa dikatakan itu adalah sisi lain dari diriku.

Terlalu lama kayaknya prolognya. Tanpa basa-basi lagi, namaku Toto, mungkin sekarang aku lebih baik daripada aku yang dulu. Sudah lama sekali aku tidak menangis, dan sudah lama juga aku tidak merasakan kasih sayang ibu. Ayah dan ibuku bercerai ketika umurku 4 tahun, masih sangat kecil, bahkan terlalu kecil bagi seorang anak yang harus ditinggalkan ibunya.

Aku masih ingat semua kejadian awal, semua pertengkaran ayah dan ibuku. Semua kejadian di pengadilan, semuanya terekam baik di kepalaku, di otakku, memori itu seakan tidak bisa dihapus. Termasuk kata terakhir ibuku sebelum dia pergi meninggalkanku, ‘Mulai sekarang jadi anak yang baik, jangan nyusahin ayah. Ibu pergi dulu.’ Dengan polosnya aku menjawab, ‘Iya, ibu cepat pulang’. Jawaban yang terlalu lugu, aku masih umur 4 tahun dan aku hanya berharap bisa ketemu ‘dia’ lagi. Ketika itu aku masih berpikir mungkin ibuku pergi ke luar kota, lalu tiba-tiba pulang bawa mainan besar, tapi kenyataannya tidak. Itu tidak pernah terjadi. Entah bagaimana aku tahu kalau sebenarnya ibuku tidak pergi, melainkan dia bercerai dengan ayahku. Coba pikirkan apa yang aku bayangkan? Yang saat itu bayangkan adalah kosong. Aku bingung apa itu cerai?.

Ada pertanyaan yang sampai saat ini menjadi misteri di kepalaku. Pernyataannya sederhana, ‘Kenapa kalian cerai? Apa karena kehadiranku? Atau justru ada penyebab lain?’. Ingin sekali aku bertanya kepada ayahku, tapi buat apa juga, biarlah itu jadi masa lalu. Yang lalu biarlah berlalu.

Setelah perceraian itu, aku, ayahku, neneku, tanteku, dan kedua saudaraku pindah. Aku tumbuh sebagai anak yang tidak pernah merasakan sosok ibu. Bahkan ketika pendaftaran masuk ke sekolah dasar aku hanya ditemani tanteku. Tumbuh sebagai anak yang kurang perhatian, membuatku dipaksa menjadi dewasa. Ada yang bilang ketika kita bertambah umur, maka kita akan bertambah dewasa. Tapi itu tidak berlaku untukku, menurutku keadaanlah yang membuat kita bertambah dewasa, umur hanya sebuah angka.

Ketika aku kelas 2 sd salah satu temanku berkata dia lagi kesal sama ibunya, dia bilang begini, ‘Aku malas sama ibuku’. Lalu aku menjawab, ‘Kenapa?’. Dia menjawab, ‘Kenapa aku masih ditunggu di depan pintu gerbang sekolah? Kan aku malu’ Aku diam, bingung. ‘Kenapa malu?’ jawabku polos. ‘Malu aja’ jawab dia, singkat. Entah apa yang ada dipikiran dia, memang ada anak yang malu kalau masih ditunggu orangtuanya?.

Tumbuh sebagai anak yang kurang kasih sayang. Ketika kecil aku melihat cinta dan jenisnya seperti seram, ketika remaja aku takut itu masih kugenggam nyaman, dan semua itu aku dapat dari kecil.

Ketika kelas 3 sd, ayahku menikah lagi. Aku bahagia, entah apa yang membuat aku bahagia. Aku tumbuh di lingkungan yang berbeda, kehidupanku bisa dibilang nomaden. Sewaktu kecil aku tinggal bersama kedua orangtuaku, tak lama dari itu kami berpisah aku ikut ayahku, dan ibuku pergi. Setelah itu juga aku dikasih sebuah kehidupan baru yaitu sekolah. Kelas 4 sd aku berpindah sekolah, yang mana itu memaksa otakku, tubuhku, kedewasaanku. Aku bilang dari awal, bahwa lingkunganlah yang membuat kita dewasa, umur hanyalah angka.

Di sekolah yang baru aku dipaksa adaptasi, aku dipaksa menyesuaikan dengan keadaan yang baru. Teman pertamaku di sd yang baru pernah bercerita tentang ibunya, dia bilang, ‘Kamu pernah gak dimarahi?.’ ‘Maksutnya?’ tanyaku. ‘Iya gitu, kayak misal kita berbuat nakal terus dimarahi, pernah gak?’ jawab dia. ‘Engga deh, gak pernah’ jawabku, singkat. Memang aku tidak pernah berbuat nakal kalau di depan ayahku, tapi mungkin pernah sih kalau tidak ada ayahku. Ayahku mendidik aku cukup keras, jadi aku selalu takut ayahku.

Ada yang pernah bilang juga sama aku, dia bilang gini, ‘Kamu pernah gak tidur bareng orangtua?.’ Aku jawab jujur, ‘Pernah, tapi itu dulu’ Dia menjawab, ‘Enak ya, coba aja aku jadi kamu’ ‘Yakin mau jadi kayak aku?’ tanyaku. ‘Iyalah, enak jadi kamu,’ jawab dia. ‘Coba bayangin aku, aku nih, yang udah besar masih aja tidur sekamar bareng ayah-ibuku.’ ‘Bersyukur aja kali, lah coba, kamu masih mending, aku?’ sahutku. ‘Udah lama gak tidur bareng, kedua orangtuaku cerai sedari aku kecil’ ‘Yang bener?’ tanya dia, kaget. ‘Iyaalah, masa aku bohong’ kataku.

Lanjut ke masa smp, dimana lagi-lagi aku harus bertemu orang baru, bagiku pengalaman ini tidak cukup asing. Aku selalu ngelakuin ini dari kecil. Ketika kelas 3 smp, salah temanku bertanya, ‘Gimana sih rasanya broken home?’ Aku menjawab, ‘Ya gitu, enak sih kalau dipikir’ Temanku bingung, aku juga bingung. ‘Kok enak? Apanya yang enak?’ ‘Gatau, asal keluar di kepala aja’ jawabku. ‘Tapi jujur, broken home membuatku semakin dewasa, aku jadi tau kalau tidak semua cinta itu baik, tapi sebagian dari cinta itu seram’ sambungku.

Dari kecil aku dibentuk oleh rasa takut, hanya ada satu pertanyaan yang selalu aku ingat ketika aku lagi sendiri, ‘Untuk apa aku dilahirkan, kalau pada akhirnya aku ditinggalkan.’ Tumbuh tanpa kasih sayang membuat aku menjadi pendiam, aku sering kehilangan emosi. Aku lebih senang ketika melihat kejadian brutal, apa aku tumbuh menjadi psikopat?. Tidak, aku bukan psikopat, tapi aku hanya orang yang kehilangan emosinya. Karena aku, kehilangan segalanya.

Keluargaku meninggal 2 minggu yang lalu, para polisi mengatakan kalau mereka dibunuh oleh seseorang. Dan lebih kejamnya pembunuhan ini direncana, seakan pembunuh ini punya dendam terhadap keluargaku.

‘Udah selesai ceritanya?’ kata temanku. Ada keheningan sesaat.

‘Berikan ini kepada keluargaku, bilang ke mereka aku sudah bahagia’ kataku. ‘Ini apa?’ tanya dia. ‘Cuma secarik kertas yang isinya mungkin bisa membuat mereka tenang’ kataku. Dia mengambil secarik kertas, lalu memasukkan ke katong yang ada di dadanya. ‘Pasti aku sampaikan’ katanya. ‘Kamu sudah siap? Kalau sudah, ayo kita pergi’ ‘Aku selalu siap, aku tau konsekuensinya. Aku tau apa yang kuperbuat’ kataku.

Kami berdua jalan di sebuah lorong, gelap, pengap, tidak ada jendela sekalipun selama kami berdua berjalan. Kalau kalian tidak tau, temanku bekerja di kepolisian. 3 menit kami berjalan, dengan keadaan tanganku terikat borgol. Pada akhirnya kami sampai di depan khalayak orang, hakim, serta puluhan polisi.

Aku berdiri di depan mereka semua, dengan tiang setinggi 4 meter di sebelahku. ‘Suadara Toto, anda dinyatakan bersalah, atas pembunuhan berantai yang menyebabkan 13 orang meninggal. Dan tragisnya anda melakukan itu dalam waktu 3 bulan dan 13 orang itu juga termasuk keluarga anda. Maka sesuai hukum yang berlaku anda akan digantung. Apa anda siap menanggung itu semua?’ kata hakim. ‘Saya selalu siap’ jawabku, singkat. ‘Apa ada kata terakhir?’ tanya hakim. ‘Mana yang lebih buruk? Hidup sebagai monster atau mati sebagai orang baik?.’

Cerpen Karangan: Basyasah Blog / Facebook: Syahvier

Cerpen Broken Home merupakan cerita pendek karangan Basyasah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

Kurang menghargai diri sendiri

Sikap orangtua yang sering merusak anak adalah saat mereka tak menghargai anak. Misal, orangtua menaruh ekspektasi tinggi terhadap anaknya dan tak mengapresiasi anak.

Akhirnya, anak merasa tidak menghargai dirinya juga. Kurang pujian dari orangtuanya membuat ia merasa bahwa dirinya tak cukup baik di mata siapa pun.

Artikel terkait: 21 pola asuh yang perlu Anda ketahui.

Kurang bisa mengekspresikan perasaan

Kesulitan mengekspresikan perasaan biasanya dimulai dari orangtua yang suka melarang anaknya melakukan banyak hal. Akhirnya anak jadi sering menahan perasaannya agar dapat menjaga perasaan orang lain.

Padahal tindakan itu tidak perlu ia lakukan karena hanya akan membuat dirinya terkekang secara emosional.

Perceraian dan perpecahan dalam keluarga

Ciri yang terakhir dan sangat umum dari keluarga broken home ialah adanya perceraian dan perpecahan di dalam keluarga. Yang mana hal ini merupakan gambaran paling umum dari sebuah keluarga yang hancur dan berantakan.

Orangtua bercerai dan anak harus memilih mau ikut dengan siapa, saudara yang memilih pergi jauh dengan merantau tanpa ada kabar setelahnya, atau jenis perpecahan lainnya. Miris rasanya jika memiliki keluarha yang terpecah seperti ini, tapi apa boleh buat karena setiap orang takdir keluarganya berbeda-beda.

Dari lima poin tadi dapat disimpulkan kalau ada banyak bentuk ketidak harmonisan yang membuat sebuah keluarga dinyatakan broken home. Tapi jika cepat disadari mungkin bisa diperbaiki pelan-pelan.

Baca Juga: 5 Cara Atasi Stres Akibat Sering Melihat Keluarga Bertengkar, Lepaskan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Beberapa orang mengalami masa kecil hingga remaja yang tak membahagiakan karena tinggal di keluarga berantakan. Keluarga berantakan ini bagaikan racun yang harus “ditelan” oleh anak-anak.

Saat anak sudah dewasa, ia akan memiliki beberapa masalah psikologis. Beberapa masalah tersebut biasanya akan berdampak pada pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasangan, dan hubungan sosial pada umumnya.

Anak dari keluarga berantakan akan lebih posesif dalam pertemanan maupun dalam hubungan percintaan. Secara emosional anak lebih ‘haus kasih sayang’ dari anak lainnya.

Ia takut jika ia tidak ‘menahan’ orang-orang terdekatnya, maka mereka akan pergi seperti orangtuanya. Ia juga punya rasa cemburu berlebih pada orang lain yang berada di sekitarnya.

Takut menikah maupun menjalin hubungan dengan orang lain

Ide tentang berkeluarga bisa jadi momok tersendiri buat anak karena ia hidup bersama keluarga yang tak bahagia. Akibatnya, ia sendiri ragu bahwa ia akan bisa membentuk keluarga yang bahagia nantinya.